Urang Campa adalah sebutan bagi komunitas Campa dalam bahasa mereka sendiri. Sedangkan di Malaysia mereka disebut sebagai Melayu Champa. Pada awalnya mereka adalah penganut Hindu Shiwa dan kemudian beralih ke Islam sejak abad ke 13, sezaman dengan perkembangan Islam di Nusantara. Asal muasal orang Champa menurut penelitian adalah masyarakat Melayu-Polinesia yang mendiami Kepulauan Nusantara pada abad sebelum Masehi.
Sepanjang sejarahnya yang selama 1.5 Millennium (192 M – 1832 M), bangsa ini telah menempuh kejayaan dan kehancuran. Dan sekarang bisa dikatakan punah, karena sudah tidak memiliki tanah air lagi dan anak cucunya yang sekira 500,000 an orang tersebar di delapan negara (Kamboja, Vietnam, Malaysia, Indonesia, USA, Thailand, Laos dan Perancis).
Kaitan Dengan Minangkabau
Tokoh Harimau Campa dalam Tambo Alam Minangkabau
Tempat asal leluhur Suku Jambak
Kerajaan Inderapura yang bernama sama dengan Kota Inderapura di Champa
Sistem Matrilineal yang diamalkan.
Dari Awal Sampai Puncak Kejayaan
Catatan sejarah Cina mencatat kemunculan Kerajaan Champa pada tahun 192 M, yang pada saat itu mereka sebut sebagai Lin Yi. Sejatinya Champa adalah sebentuk Konfederasi Kota yang terdiri dari:
Inderapura (ibukota Champa dari 875 M -1000 M)
Amaravati
Vijaya (ibukota Champa dari 1000 M – 1471 M)
Kauthara, dan
Panduranga
Beberapa ahli sejarah berpendapat, kebudayaan Champa setidaknya dipengaruhi oleh unsur-unsur Cina, India, Khmer dan Jawa. Pada masa pra 1471 M, Hindu Shiwa adalah agama resmi negara, dan Sansekerta adalah tulisan resmi yang diwujudkan dalam prasasti-prasasti dan maklumat negara. Walaupun beraksara Sansekerta, bahasa yang digunakan tidak melulu Sansekerta, karena banyak ditemukan prasasti dengan dua bahasa, yaitu Sansekerta dan Champa. Agama Buddha Mahayana pernah juga menjadi agama resmi negara pada masa pemerintahan Raja Indrawarman II pada tahun 875 M. Saat itu ibukota berada di Inderapura.
Bangsa Champa adalah bangsa pedagang yang pada masa kejayaannya menguasai jalur perdagangan sutera dan rempah-rempah antara Cina, Nusantara, India dan Persia. Umumnya mereka adalah pedagang perantara.
Bangsa Khmer secara tradisional adalah pesaing Bangsa Champa, walaupun demikian kedua kerajaan ternyata saling mempengaruhi dan keluarga bangsawannya sering pula kawin mawin. Champa juga menjalin hubungan yang cukup dekat dengan dinasti raja-raja yang berkuasa di Nusantara, seperti Sriwijaya dan Majapahit. Dalam salah satu keterangan disebut Kertanegara, Raja Majapahit memperistri Putri Champa.
Bangsa Champa juga tersebar sampai ke Acheh dan Minangkabau. Bahkan bahasa Champa mempengaruhi Bahasa Aceh yang dituturkan di Pesisir Utara dan Pesisir Timur Aceh. Bangsa Champa juga merupakan bangsa yang menganut adat matrilineal, sama seperti yang diamalkan orang Minangkabau saat ini.
Puncak kejayaan Champa berlangsung dari abad ketujuh sampai abad kesepuluh. Era ini meninggalkan bangunan-bangunan bersejarah seperti komplek percandian My Son (abad ke 7) danPo Klong Garai (abad ke 13).
Serangan Serangan Menuju Kehancuran
Bangsa Khmer dan Bangsa Vietnam adalah musuh tradisional dari Bangsa Champa. Selama lebih seribu tahun perjalanan sejarah mereka, kedua bangsa ini silih berganti menyerang Champa.
Berikut ringkasan serangan-serangan tersebut:
Invasi Khmer ke Kauthara, pada tahun 944-945 M
Invasi Dai Viet ke Inderapura pada tahun 982 M, yang menyebabkan kota ini ditinggalkan dan ibukota pindah ke Vijaya di selatan
Invasi Dai Viet ke Vijaya pada tahun 1021, 1026 dan 1044 M, yang menyebabkan tewasnya Raja Sa Dau dan ditawannya Permaisuri Mi E. Permaisuri kemudian bunuh diri dengan menceburkan diri ke lautan. Sejumlah 30,000 rakyat Champa juga tewas dalam penyerbuan ini. Tahun 1069, Dai Viet kembali menyerang Vijaya, membakar seisi kota dan menawan 50,000 warganya untuk dijadikan budak.
Invasi Khmer ke Vijaya pada tahun 1080 M. Candi-candi dan Istana dihancurkan dan dirampok.
Invasi Khmer pada tahun 1145 M, ibukota dipindahkan ke Panduranga. Komplek percandian My Son dihancurkan oleh Khmer. Namun pada tahun 1177 M, Champa melakukan serangan balasan ke ibukota Khmer dan membunuh Raja Khmer.
Invasi Bangsa Mongol pada tahun 1283 M
Invasi Dai Viet pada tahun 1471, pada saat ini komunitas Champa sudah menganut agama Islam. Invasi ini merupakan awal kehancuran Champa secara massif yang berujung pada terhapusnya negara Champa dari peta dunia. Kota Vijaya dihancurkan sehancur hancurnya, 60,000 rakyat tewas dan 60,000 lainnya ditawan sebagai budak. Raja Pau Kubah juga ditangkap dan dibunuh. Kaisar Lê Thánh Tông menganeksasi wilayah Amaravati dan Vijaya kedalam Vietnam. Peristiwa ini memicu emigrasi besar-besaran dari rakyat Champa yang tersisa ke Kamboja (Khmer), Malaka, Aceh dan wilayah lain di Sumatera.
Penindasan dan Genosida
Sisa-sisa rakyat Champa sekarang paling banyak terdapat di Propinsi Kampong Cham, Kamboja dan Provinsi Phan Rang-Thap Cham, Vietnam. Phan Rang diambil dari kata Panduranga, kota terakhir dan paling selatan dari peradaban Champa.
Kehidupan Urang Campa di Kamboja juga sangat tragis dan menyedihkan. Agama Islam yang mereka anut belakangan menyebabkan mereka memperoleh penindasan dari penguasa Khmer yang menginginkan tidak ada perbedaan. Orang-orang Champa tidak mau kawin dengan non-Muslim sehingga menyebabkan kemarahan para raja Khmer. Bahkan penguasa Khmer Merah, membunuh lebih dari 500,000 orang Champa dalam tindakan genosidanya.
Penghancuran Terakhir oleh Amerika
Meskipun masyarakat Champa sudah hampir musnah pada awal tahun 1960an, namun mereka masih menyisakan bukti-bukti peradaban mereka yang gemilang dalam bentuk candi-candi di komplek percandian My Son dan Po Klong Garai, arca-arca dan patung-patung perunggu yang disimpan di museum.
Namun ini tidak bertahan lama, karena selama Perang Vietnam, Amerika memborbardir komplek percandian My Son. Menghancurkannya dengan karpet bom hanya dalam satu minggu, sehingga tersisa hanya 20 bangunan dari 70 bangunan yang ada semula. Beruntung sebelum perang ada beberapa arkeolog Perancis yang memotret dan membuat sketsa dari bangunan-bangunan candi tersebut.
Pemerintah Vietnam sendiri tampak seperti memiliki dendam sejarah terhadap Bangsa Champa. Mereka membiarkan bangunan-bangunan ini tidak terawat dan ditumbuhi alang-alang. Mereka masih menganggap Urang Campa sebagai musuh abadinya. Selama pemerintahan Dinasti Nguyendi Vietnam Selatan, mereka membuat sebuah arena pertarungan gajah dengan harimau. Gajah selalu menang dan harimau pasti mati. Harimau yang merupakan simbol Bangsa Champa bagi mereka adalah simbol pemberontakan terhadap raja dan simbol kejahatan serta ketidakamanan dalam negeri. Gajah adalah simbol bagi raja.
http://en.wikipedia.org/wiki/Champa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar